Pasal 18 - Khiyar Al 'Aib

admin 1 min read

Pasal 18 - Buku Pintar Bisnis Syar'i

Jika pembeli menemukan cacat pada barang, setelah terjadinya serah terima, maka dia memiliki hak khiyâr antara mengembalikannya, atau meminta kembali harganya secara penuh dari penjual, atau membiarkan dan menerimanya

khiyar al-'aib

Rasul SAW. bersabda:

«اَلْمُسْلِمُ أَخُوْ الْمُسْلِمِ لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ بَاعَ مِنْ أَخِيْهِ بَيْعاً إِلاَّ بَيَّنَهُ لَهُ»

“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain. Tidak halal seorang Muslim menjual sesuatu kepada saudaranya, kecuali dia menjelaskan barang jualannya tersebut kepada saudaranya itu.” (HR Ibn Majah, Ahmad, al-Baihaqi dan al-Hakim)

Dari Aisyah ra, dia berkata, bahwa ada seorang laki-laki membeli hamba sahaya lalu mempekerjakannya. Setelah itu diketahui, bahwa hamba sahaya tersebut cacat. Dia mengadukannya kepada Nabi SAW., maka Nabi pun mengembalikan hamba sahaya itu, karena adanya cacat tersebut. Penjual itu pun berkata, “Dia telah mempekerjakannya.” Nabi SAW. bersabda:

«الْغِلَّةُ بِالضَّمَانِ»

Hasil (jerih payah) itu berdasarkan tanggungan.

Rasul SAW. mengembalikan barang kepada penjual karena faktor aib (cacat). Jadi adanya kecacatan ini merupakan sebab dikembalikannya barang yang dijual, jika pembeli tidak mengetahui kecacatan tersebut pada saat akad. Ibn Qudamah mengatakan, “Jika ia (pembeli) menemukan cacat pada barang yang belum dia ketahui, maka dia memiliki hak khiyâr (meneruskan atau membatalkan akad) antara mempertahankan atau membatalkannya, baik penjual tersebut mengetahui cacat tadi atau tidak. Kami tidak mengetahui ada perbedaan pendapat dalam hal ini.”

Jika pembeli mengetahui cacat tersebut sebelum serah terima, dan dia menerimanya, maka jual beli tersebut mengikatnya. Dia juga tidak memiliki hak untuk mengembalikan barangnya. Sebab dia telah menerima barang yang cacat dengan kompensasi harga tertentu. Sementara jual beli itu pada dasarnya dibangun berdasarkan persamaan antara dua barang yang ditukarkan, baik dari aspek barang maupun kenyataannya. Ibn Hazm berkata, “Mereka sepakat, jika seorang penjual menjelaskan cacat yang ada kepada seorang pembeli. Dia kemudian menetapkan kadar (harga)-nya. Pembelinya pun tahu, jika fisik barang yang dijual tersebut cacat. Dia pun rela dengan barang cacat tersebut, maka jual beli ini mengikat, sehingga dia tidak berhak mengembalikannya, karena faktor kecacatan tersebut.”

Semoga Bermanfaat

Posting Komentar